[RESES] Layar Terkembang


Hai,

Selamat pagi/siang/sore/malam teman-teman semua!



RESES hadir kembali dengan judul buku baru ((pastinya!))


Buku ini pertama kali saya dengar waktu SMP. Pada saat itu, sang ibu guru menjelaskan tentang karya sastra angkatan Pujangga Baru. Namun, bukunya saya belum baca pada saat itu, ketemu bukunya baru SMA dan ((baru ada waktu sekarang)) untuk mengulasnya. Hallah! 


Waktu SMP, ibu guru juga memaparkan sinopsis dari beberapa novel angkatan Balai Pustaka,  seperti Salah Asuhan karya Abdoel Moeis, Sitti Nurbaya karya Marah Rusli, Azab dan Sengsara karya Merari Siregar, Sengsara membawa Nikmat karya Tulis Sutan Tati. Waktu itu juga agak susah ya nyari bukunya karena mungkin sudah terbitan lama, jadi ibu guru hanya menceritakan secara singkat di kelas, rasanya mungkin seperti didongengin dan saya menyukainya 😊


Mungkin, mulai saat itu (kali ya) saya menyukai bacaan karya sastra khususnya novel.


Selain karya sastra angkatan Pujangga Baru dan Balai pustaka, ada juga angkatan Pujangga Lama seperti Hikayat dan Gurindam. Yang paling ingat ((judulnya aja)) Hikayat Hang Tuah. Lalu Gurindam, yaitu berupa pantun mempunyai rima a-a atau b-b, tiap baris mempunyai hubungan sebab akibat.


Sekilas Info,

SastraIndonesia memiliki periodisasi. Secara urutan waktu maka sastra Indonesia terbagi atas beberapa angkatan.
Yang selanjutnya bisa baca di wikipedia, ((klik saja Sastra Indonesia sudah langsung merujuk ke sana)) hehehe


Mengingatnya, membuat saya ingin kembali ke masa itu, sewaktu saya lagi suka-sukanya sama karya sastra Indonesia.

Lalu kenapa saya ga ambil jurusan Sastra Indonesia aja ya, kan katanya ambil jurusan sesuai minat—tapi mungkin kutidak berbakat
 

Oke, sekian nostalgianya! Mari mulai mengulas bukunya...


Dan..bukunya adalah

LAYAR TERKEMBANG



Bukunya udah bulukan dong!



Karya Sultan Takdir Alisjahbana (STA)


Mungkin yang suka sastra Indonesia, udah ga asing lagi sama kakek ini 😊



Layar terkembang merupakan sebuah cerita roman ((lagi-lagi roman)) yang melukiskan perjuangan wanita Indonesia beserta cita-citanya. Dua orang bersaudara yang mendapat pendidikan menengah memiliki perangai yang berbeda.


Maria adalah seorang darah yang lincah dan periang. Seseorang yang mudah kagum, yang mudah memuji dan memuja. Mudah mengekspresikan perasaannya baik dalam waktu senang atau sedih.



Tuti, kakaknya selalu serius dan aktif dalam berbagai kegiatan wanita. Bukan seseorang yang mudah kagum, yang mudah heran melihat sesuatu ((mirip Elizabeth Bennet ya)). Memiliki harga diri tinggi, ia tahu bahwa ia pandai dan cakap serta banyak yang akan dapat dikerjakannya dan dicapainya. Segala sesuatu diukurnya dengan kecakapannya sendiri, mungkin karena itu ia pun jarang memuji.


Tuti selalu mempunyai pikiran dan pandangan sendiri tentang segala sesuatu, pikirannya berdasarkan pertimbangan yang didukung oleh keyakinan yang pasti. Ia jarang mengikuti pendapat orang lain apabila hal tersebut tidak sesuai kata hatinya. 

Maria seorang yang mudah menyatakan perasaannya, melihat segala sesuatu di sekitarnya dengan ((kepenuhan kalbu)), sementar Tuti seorang yang tegap dan kukuh pendirian, tidak suka beri-memberi, gelisah bekerja dan berjuang untuk cita-cita yang menurut pikirannya mulia dan luhur. 


Tetapi perbedaan sifat dan pekerti bagai siang dan malam itu tidak menjadi sesuatu yang merenggangkan ((tali ilahi)) yang telah menghubungkan kakak-beradik tersebut. 


Berpulangnya bunda mereka pada Yang Kuasa sehingga mereka hanya tinggal bertiga dengan ayah. Tuti pun berusaha mencoba dan menggantikan posisi bundanya untuk memberi kasih sayang, perhatian, budi pekerti, dan pengertian kepada adiknya. Kedua belah pihak juga berupaya untuk memaklumi dan menghargai masing-masing. 


Percayalah saudara-saudara, sewaktu saya baca bukunya juga tercengang akan bahasa kalbu pemaparan cerita dengan bahasa yang “sastra sekali” 😊
 

Namun, mengingat bahwa sastra Indonesia sendiri dapat merujuk pada sastra yang dibuat di wilayah Kepulauan Indonesia. Sering juga secara luas dirujuk kepada sastra yang bahasa akarnya berdasarkan Bahasa Melayu (di mana bahasa Indonesia adalah satu turunannya). 

-Jadi, bahasa yang digunakan dalam buku ini Melayu-Indonesia


Cerita Maria dan Tuti dalam roman ini dimulai ketika mereka bertemu dan berkenalan dengan seorang pria bernama Yusuf di gedung akuarium Pasar Ikan. 


Antara Maria dan Yusuf timbul kontak batin. 

Konon katanya



Tiada dikatakan roman percintaan bila tiada ((pria)) yang hadir di tengah-tengah dua darah jelita ini. Hehehe


Singkat cerita, sepulangnya dari gedung akuarium, Yusuf ikut ke rumah Maria dan Tuti. Gercep juga nih Yusuf ye, tapi ga kenalan sama ayah mereka (R. Wiraatmaja) katanya sih ga bisa mampir juga mereka belum kenal betul, belum siap langsung kenalan sama calon mertua. 



R. Wiraatmaja juga telah melihat sikap dan pendirian kedua anak perempuannya. Ia sukar mengerti Tuti dibandingkan Maria yang mudah memperlihatkan sikap dan pendiriannya. Apakah gunanya Tuti sebagai perempuan siang dan malam membuat tenaga dan waktu untuk perkumpulan? Lalu mengapa Tuti memutuskan pertunangannya dengan putra seorang bupati?


R. Wiraatmaja tidak ingin melawan  kehendak zaman, meskipun ia tidak mengerti sepenuhnya akan kehendak zaman itu. Antara dirinya dengan anaknya ada suatu terentang tirai yang halus dan tidak kelihatan nyata. Ia selalu mencoba berbicara dengan Tuti mengetahui kata hatinya dan tujuan hidup anak sulungnya itu. 


Namun, 


Tuti selalu mengatakan:

“Tiap-tiap manusia harus menjalankan penghidupannya sendiri, sesuai dengan deburan jantungnya, perempuan harus mencari bahagianya dengan jalan menghidupkan sukmanya


Dan, ayahnya pun tidak mengerti. Dan, tidak mau memaksakan kehendaknya kepada anak-anaknya karena kasih sayangnya yang tiada terkata-kata. 


R. Wiraatmaja percaya bahwa anak-anaknya tahu sendiri masa depannya. Tuti yang dapat membereskan dan merapikan seisi rumah menunjukkan bahwa ia bisa dipercaya oleh ayahnya bahwa ia bisa melakukan apa yang baik baginya.


-Love Bapak R. Wiraatmaja 😊 😊
 

Sementara di rumahnya ((kali ya)) Yusuf, seorang mahasiswa kedokteran di Sekolah Tabib Tinggi ((pada masa itu, namanya ya begitu)) memikirkan pertemuannya dengan Maria dan Tuti. Yang meninggalkan kesan di benaknya, yang seorang pendiam dan tertutup tetapi segala ucapannya teliti. Yang seorang lagi suka berbicara, cepat tertawa. Yang terutama adalah Maria memikat hatinya, wajahnya yang berseri-seri, matanya yang memancarkan kegembiraan, dan bibirnya yang selalu tersenyum.


Cerita selanjutnya sudah pasti bisa ditebak bagaimana hubungan antara Yusuf dan Maria, kalau kata Tuti dan ayahnya bahwa di antara anak muda berdua itu sedang tumbuh tali perhubungan yang halus. 




Meskipun dalam roman ini dihiasi kisah cinta, tapi sejujurnya, novel Layar Terkembang ini sangat menunjukkan bagaimana sosok Tuti memperjuangkan cita-cita dan arti hidup sebagai manusia. Bila ayah dan pamannya berpendapat bahwa hidup harus bahagia dengan pekerjaan yang mapan, gaji yang besar, belajar agama dengan baik, menikah dan mempunyai harapan yang baik di kemudian hari. 


Namun, 


Baginya, bahagia ialah dapat menuruti desakan hatinya, dapat mengembangkan tenaga dan kecakapannya sepenuhnya, dan memberikan makna hidup yang besar dan mulia.


Ia juga sangat menjungjung tinggi cita-cita bagaimana harus kedudukan perempuan dalam masyarakat. (teman-teman bisa baca sendiri nanti di buku bagaimana Tuti menyampaikan pidato tentang keresahannya menjadi seorang perempuan yang pada masa itu masih belum memiliki kedudukan yang seharusnya di dalam masyarakat)




Dan dari perempuan yang telah dimatikan semangatnya, orang masih berharap lahirnya suatu keturunan yang kuat. Adakah, permintaan yang lebih gila daripada itu?”


Tuti menyampaikan bahwa pengaruh seorang ibu dalam mendidik anak. Bahwa perempuanlah yang pertama kali memimpin anak dan menetapkan sifat-sifat yang mulia yang semumur hidup tidak berubah lagi dalam jiwa anak


-Love you, Mba Tuti 😊
 

Sesungguhnya hanya kalau perempuan dikembalikan derajatnya sebagai manusia, barulah keadaan bangsa kita dapat berubah. Jadi, perubahan kedudukan perempuan dalam masyarakat bukanlah semata-mata kepentingan perempuan.”


Menurutku untuk zaman sekarang, sebenarnya sudah hal yang lazim diperbincangkan tentang emansipasi, feminisme atau pergerakan untuk memperoleh hak-hak perempuan. 


Saya hanya ingin menghindari spoiler aja sih ((alesan))


Yang Mahakuasa menetapkan sesuatu yang tiada dapat dielakkan


Dan,

Sesuatu yang tidak dapat dielakkan itu juga sekarang ini saya menghentikan ulasannya HAHAHA


Sejujurnya, ulasan ini tidak memberi clue lebih banyak lagi tentang kisah cinta Yusuf dan Maria bahkan mungkin Tuti. Kalau dikasih lagi akan membuatmu sedih namun berakhir bahagia ((spoiler)) , percayalah! 


Saya pikir buku ini harus dibaca untuk tau cerita lengkapnya (yakali) karena sudah tercatat sebagai bacaan sastra wajib di Sekolah Menengah Pertama dan Sekolah Menengah Atas.





Foto diambil dari:































Komentar

Postingan populer dari blog ini

9 Drama Tragedi Shakespeare

REVIEW RENCANA BESAR

Solo- The Spirit Of Java